Langkah yang ditempuh para pebisnis, dalam melancarkan usahanya, beranekaragam. Ada yang realistis, ada pula yang tidak realistis. Orang yang realistis menempuh cara perbaikan manajemen, mengikuti training leadhership, memperketat peraturan perusahaan, memperluas jaringan marketing, dan meningkatkan kepercayaan serta kepuasan pelanggan. Sementara, orang yang menempuh cara yang tidak realistis menggunakan jasa dukun, meyakini hoki, neptu lahir [1], atau pergi ke kuburan keramat.
Banyak kita saksikan para pebisnis, bila menghadapi kepanikan bisnis, yang berlomba-lomba mendatangi paranormal atau dukun, untuk mengetahui hal-hal gaib yang bisa membantu membangkitkan kembali bisnisnya atau bisa mencarikan bentuk bisnis yang membawa hoki. Yang lebih aneh lagi, mereka mendatangi kuburan para wali dan tempat keramat untuk melancarkan rezekinya, memudahkan lobi bisnis, membantu kenaikan pangkat, dan mengairi ladang yang kering. Mereka berkeyakinan bahwa tempat keramat memiliki kekuatan gaib yang berkaitan dengan masalah rezeki atau lainnya.
Mereka tidak menyadari bahwa tindakan mereka itu adalah suatu bentuk kesyirikan dan menghilangkan sikap tawakal serta ketergantungannya hanya kepada Ar-Razaq (Dzat Pemberi rezeki). Padahal, kunci rezeki dan perbendaharaan bumi ada di tangan Allah. Seperti firman Allah dalam surat Al-Munafiqun, ayat 7, yang artinya, “Padahal, kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami.“
Pengusaha muslim harus meninggalkan cara-cara yang tidak realistis untuk mengembangkan usahanya. Apalagi, mendatangi dukun atau pun tempat-tempat keramat karena hal itu akan mendatangkan kemurkaan Allah, juga menumbuhkan rasa ketergantungan terhadap makhluk dan sikap paranoid dalam usaha. Sementara, bila sebuah rezeki telah menjadi bagian kita maka pasti rezeki itu tidak akan lari. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Seandainya anak Adam lari dari rezekinya sebagaimana ia lari dari kematian, niscaya rezekinya akan menemuinya sebagaimana kematian menemuinya.” [2]
Begitu pula dengan membenarkan berita yang disampaikan oleh para dukun itu. Sikap ini merupakan sebuah pelanggaran besar dalam Islam, dan bisa jadi mendatangkan kemurkaan Allah. Dalilnya adalah hadis riwayat Imran bin Hushain, bahwa Rasulullah bersabda, “Bukan dari golongan kami, orang yang menentukan nasib sial berdasarkan tanda-tanda benda, burung, dan lain-lain; yang bertanya dan yang menyampaikan; atau bertanya kepada dukun dan yang mendukuninya, atau yang menyihir dan yang meminta sihir untuknya; dan siapa saja yang membuat buhul. Barangsiapa yang mendatangi paranormal dan membenarkan ucapannya maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap risalah yang diturunkan kepada Muhammad.” [3]
Tentang hukum mendatangi dukun, Imam Al-Qurtubi berkata, “Wajib bagi setiap orang yang mampu, baik da’i atau yang lainnya, untuk mengingkari orang yang melakukan perbuatan perdukunan di pasar, serta memberi pengingkaran yang keras terhadap siapa saja yang mendatangi para dukun. Kita tidak boleh tertipu karena berita yang disampaikannya itu benar, karena banyaknya orang yang datang kepada mereka, atau karena mereka menggunakan julukan ‘ahli ilmu’. Sebenarnya, mereka bukanlah ahli ilmu, tetapi yang lebih tepat adalah ‘orang bodoh’ karena mereka masih melakukan perbuaatan yang terlarang.” [4]
Ada seorang jemaah yang bercerita bahwa dirinya pernah menggunakan jasa dukun untuk melariskan dagangannya. Singkat cerita, ucapan yang dilontarkan si dukun itu benar adanya. Tidak berapa lama kemudian, bisnisnya maju dengan pesat, sehingga dia bergelimang dengan harta, keluarganya dimanjakan dengan kemewahan. Bahkan, dia bingung bagaimana harus mempergunakan uangnya. Akan tetapi, suatu saat–karena ia tidak bisa lagi memenuhi perintah yang diwajibkan jin atas dirinya–dalam sekejap usahanya hancur, utang-utangnya pun menumpuk, dan para supplier tak henti-henti menagihnya. Dia merasa tidak sanggup menghadapi beban berat hidupnya, sehingga ia meninggalkan tempat usahanya dan pergi ke Jakarta. Akan tetapi, jin-jin yang selama ini membantunya senantiasa meneror diri dan keluarganya dengan gangguan-gangguan, berupa ular-ular kecil yang selalu muncul di tiap sudut lantai keramik rumahnya.
Lihatlah, cara mereka dipermainkan oleh si dukun yang telah bekerja sama dengan koleganya dari bangsa jin! Lihatlah, cara mereka menyengsarakan para pengusaha yang bingung untuk mencari solusi!
Setelah hubungan dirinya dengan dunia klenik tidak lancar, kepercayaan dirinya pun hilang. Ia menjadi lemah dan mudah berputus asa. Ia tidak tahu lagi harus berbuat apa dan memulai usaha dari mana. Selama ini, dalam menjalankan usahanya, ia selalu bergantung kepada arahan dan ramalan paranormal.
Nah, dari kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa mereka adalah orang-orang yang takut dengan masa depan. Mereka akan optimis jika digambarkan bahwa masa depannya cemerlang. Sebaliknya, mereka berubah menjadi pesimis jika dikatakan bahwa masa depannya suram dan tidak menguntungkan. Bila hal ini diteruskan dan dia tidak bertobat memohon ampun kepada Allah dan mengembalikan keyakinannya kepada Allah, ia akan menjadi manusia yang kehilangan kepercayaan. Hidupnya diliputi dengan kecemasan dan ketakutan menatap masa depan.
Ujungnya bukan solusi yang memberi kemudahan, tetapi ternyata malah kondisi yang makin terpuruk. Ibarat sudah jatuh sambil duduk, tertimpa tangga dan terbentur tembok pula. Oleh karena itu, hendaknya seorang pengusaha muslim harus tetap istiqamah dalam menghadapi rintangan bisnis, tetap optimis dalam keterpurukan, sambil terus bangkit mencari solusi dan jalan keluar yang disertai tawakal. Yang tidak kalah penting adalah berdoa kepada Allah, memohon kemudahan dan jalan keluar, serta mendekatkan diri kepada-Nya dengan berbagai amal saleh. Kejarlah satu-satunya Dzat yang mempunyai rezeki, yaitu Allah! Jangan hanya pandai mengejar peluang rezeki.
Wahai Saudaraku, sederhanalah dalam mencari harta. Jangan rakus dan membabi buta tanpa memperhatikan aturan agama, juga jangan menodai hak orang lain, karena rezekimu tidak akan berpindah ke tangan orang lain. Dalam mengarungi kehidupan, seorang hamba hanya membutuhkan tiga pilar, karena dia tidak akan sukses kecuali dengan tiga hal ini: bersyukur, mencari kesehatan, dan bertobat dengan tobat nasuha. [5]
—
Catatan kaki:
[1] Neptu lahir: tradisi perhitungan tanggal lahir dalam adat jawa.
[2] Lihat Shahihul Jami’, no. 5240.
[3] Diriwayatkan oleh Al-Bazzar, sebagaimana dalam Kasyful Astar, 3:9, no. 3044; Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 18:162, no. 355; disebutkan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami’, 2:956.
[4] Lihat Ahkamul Qur’an, 2:44, karya Al-Qurthubi.
[5] Lihat Al-Fawaid, hlm. 288, karya Ibnul Qayyim.
Artikel www.PengusahaMuslim.com